Berikut ini Persiapan Untuk Jadi Mahasiswa Arsitektur

Bagi kamu yang sedang belajar Arsitektur tentu harus selalu berlatih menggambar hingga mendapatkan hasil yang maksimal, namun perlu diketahui bahwa yang namanya menuntut ilmu tentu harus dibarengi dengan membaca.

Berikut ini ada artikel menarik yang bermanfaat untuk kamu baca, tentunya masih berhubungan dengan bidang ilmu arsitektur, yaitu artikel dengan judul "Yang perlu dipersiapkan Mahasiswa Arsitektur".

Persiapan Mahasiswa Arsitektur

Sebagai seorang mahasiswa arsitektur, saya bilang kuliah di jurusan ini tidaklah gampang (dan barangkali mahasiswa dari jurusan-jurusan lain juga berkata sama soal kuliah di jurusannya masing-masing). Tapi, jangan keder duluan kalau memang mau jadi mahasiswa arsitektur. Anggap saja tantangan. Dan tantangan seberat apapun selalu bisa diatasi dengan persiapan yang baik.

Memangnya, apa yang harus dipersiapkan kalau mau jadi seorang mahasiswa arsitektur? Berikut penjelasannya yang saya tulis berdasarkan pendapat dan pengalaman pribadi:

Passion dan Kecintaan Terhadap Dunia Arsitektur

Barangkali ini klise, tapi passion seseorang terhadap sesuatu memang berpengaruh besar terhadap kesuksesannya dalam bidang tersebut. Seorang rekan sesama mahasiswa arsitektur pernah curhat melalui komentar di blog saya. Masalahnya adalah ini: merasa salah jurusan. 

Lantas, apa saran saya? Pastikan bahwa kamu memang cinta arsitektur. Kalau memang tidak cinta arsitektur dan merasa ngoyo kuliah di jurusan tersebut, ya buat apa dipaksakan, pindah saja jurusan lain. Istilahnya, sudah capek-capek tapi kita tidak merasa mendapat apa-apa (karena gairah kita bukan di situ).

Tapi, kalau passion kita memang di bidang tersebut, maka kesusahan yang harus kita atasi adalah pengorbanan yang sepadan untuk hal yang lebih berharga yang kita dapat diakhir nanti. Bukankah cinta memang patut diperjuangkan?

Ketekunan dan Kerja Keras

Secinta atau sepintar apapun kita menuntut ilmu dalam bidang arsitektur, saya rasa tetap saja akan gagal jika tidak dibarengi dengan ketekunan dan kerja keras. Kalau boleh sedikit curhat, kuliah saya sekarang dipastikan tidak akan selesai tepat waktu karena alasan berikut: malas.

Saya mengulang mata kuliah Perancangan Arsitektur 1 –yang bobotnya saja 6 sks dan hanya bisa diambil sekali tiap semester- sampai tiga kali bukan karena saya bodoh, tapi karena saya kelewat santai dan sering terlambat mengumpulkan tugas (atau malah tidak mengumpulkan sama sekali). Untungnya, saya sudah tobat (semoga demikian). 

Barangkali saya memang belum rajin-rajin amat, tapi paling tidak saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak terus-terusan menuruti kemalasan. Sekarang, perlahan-lahan IP saya mulai membaik. Jadi, kalau ada pelajaran berharga yang saya petik selama berkuliah di jurusan arsitektur adalah ini: jadi arsitek jangan malas!

Daya Bayang Ruang yang Baik

Arsitektur pada dasarnya adalah seni mengolah ruang, jadi ya wajar kalau salah satu persyaratan jadi arsitek adalah kemampuan spasial atau daya bayang ruang yang bagus. 

Arsitek memang menuangkan kreativitasnya pada kertas gambar, tapi setiap kali ia menggoreskan garis pada gambarnya, ia harus bisa membayangkan bagaimana jadinya ketika garis tersebut nantinya diwujudkan menjadi sesuatu yang nyata. 

Jadi tidak cukup hanya menggambar, tapi harus menggambar sambil membayangkan ruangnya secara tiga dimensi.

Saya pribadi suka melatih kemampuan ini dengan cara berikut: menyusun gambar. 
Tapi bukan menyusun gambar seperti bermain puzzle, melainkan mencocokkan dan “menyatukan” foto-foto yang berbeda dari objek yang sama. 

Kalau kita membuka website yang berisi kumpulan karya-karya arsitektur, biasanya kita akan disuguhi sederetan gambar serta foto objek yang diulas. 

Nah, yang saya lakukan adalah “memetakan” foto-foto tersebut pada gambar denah. Foto ini posisinya di sebelah mana, lalu foto yang lain posisinya dimana pada denah.

Lalu, saya akan berusaha “menyatukan” keseluruhan foto tersebut sebagai sesuatu yang utuh secara tiga dimensi. Saya membayangkan seolah-olah saya berada di objek yang tergambar dalam foto tersebut. 

Bagaimana rasanya berada di ruangan tertentu, lalu bagaimana rasanya ketika kita berjalan-jalan di dalamnya, berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain. 

Dengan begitu saya tidak hanya menikmati gambar yang dua dimensi, tapi saya juga berusaha merasakan sensasi dan pengalaman ruang dari karya arsitektur tersebut.


Memori Visual yang Kaya

Indera penglihatan mendapat tempat yang istimewa dalam proses berarsitektur (karena itulah salah satu syarat masuk jurusan arsitektur adalah tidak boleh buta warna). 

Ketika kita menikmati sebuah karya arsitektur, yang pertama kali kita tangkap adalah informasi visualnya terlebih dahulu.

Proses merancang sendiri terkadang tidak lebih dari kegiatan menggali kembali memori visual yang kita miliki. Karya-karya arsitektur yang pernah kita nikmati atau amati menjadi semacam tumpukan “gambar” dalam ingatan kita. 

Gambar-gambar tersebut lantas kita bongkar kembali untuk dipilah-pilah mana yang cocok untuk kita jadikan inspirasi bagi karya arsitektur berikutnya yang akan kita rancang. 

Oleh karena itulah, penting sekali bagi seorang perancang untuk memperkaya dan memperbarui perbendaharaan visualnya.

Waktu saya masih berstatus mahasiswa baru, dosen-dosen saya kerap mengulang-ulang pesan ini: seringlah jalan-jalan, seringlah lihat-lihat. 

Semakin jauh kita berjalan-jalan, semakin banyak hal-hal yang bisa kita amati. Dengan begitu, sebagai seorang calon arsitek, kita bisa memiliki memori visual yang kaya.

Peralatan Gambar yang Memadai

Kalau yang ini sih sudah pasti. Namanya jurusan arsitektur, isinya ya tidak jauh dari gambar-menggambar. Otomatis, sebagai mahasiswa ya sudah sewajarnya membekali diri dengan peralatan gambar yang memadai. 

Memadai itu yang seperti apa? Apakah yang mahal? Tidak harus begitu. Yang penting adalah yang sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Memang, ada ungkapan ada harga ada rupa. Semakin canggih alat gambar sewajarnya semakin mahal pula harganya. Begitu juga soal kualitas. 

Tapi, buat apa beli alat gambar yang canggih dan mahal kalau hasil gambarnya masih acakadut? Alat gambar memang penting, tapi yang lebih penting lagi adalah keterampilan kita dalam menggunakannya. 

Kalau memang yang pakai jago, alat gambar yang paling dasar sekalipun tetap bisa menghasilkan gambar yang tidak kalah memukau.

Demikianlah kurang lebih hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh seorang calon mahasiswa arsitektur. Sekali lagi, semua ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi saya. Jadi, kalau ada yang salah atau kurang berkenan ya mohon maaf.
Nah, gimana sekarang? Sudah siap jadi mahasiswa arsitektur?

Itulah pembahasan tentang Persiapan untuk jadi Mahasiswa Jurusan Arsitektur, semoga bermanfaat untuk kamu yang sedang belajar Arsitektur.
Sumber: arsitektung

Baca Juga